Rabu, 05 Maret 2008

SANG IDOLA

Di bawah kepemimpinannya, wajah Padang banyak berubah. Judi diberantas, jilbab diwajibkan, dan Asma’ul Husna dilantunkan setiap hari. Setiap gebrakannya dimulai pada 1 Muharram.

Pemandangan tak biasa itu terjadi di sebuah masjid di sudut Jakarta. Persis di depan mimbar, seorang pria berbalut baju safari hitam duduk bersila. Kepalanya tertunduk, mulutnya bergerak, seperti melafadzkan sesuatu. Tak lama kemudian, kumandang azan Maghrib terdengar. Selesai azan, ia segera berdiri, diikuti sekitar 20 orang yang bergerak maju mengisi barisan solat terdepan. Seperti dikomando, beberapa orang mempersilakan pria berbadan tegap tersebut memimpin solat.

Sang imam bukan orang sembarangan. Ia adalah Wali Kota Padang Drs Fauzi Bahar, M.Si. Tak banyak pejabat negara seperti Fauzi, yang mau menunggu datangnya waktu solat dengan duduk di masjid.

Kelahiran Padang, 16 Agustus 1962 itu dikenal sebagai pemimpin religius. Sejak terpilih menjadi Wali Kota pada 2003, ia melakukan berbagai gebrakan bernuansa agama dan moral. Dan Fauzi selalu menjadikan 1 Muharram sebagai momentumnya.

Pada 2004, mantan anggota Pasukan Katak TNI AL itu, meluncurkan program pemberantasan judi, bertepatan dengan1 Muharram 1425 H. Fauzi prihatin dengan praktek perjudian yang sudah menyebar luas di masyarakat. “Padahal Padang dikenal sebagai kota yang kuat Islamnya,” kata Fauzi, gusar. Ia kemudian memberantas kegiatan haram itu, tanpa pandang bulu. Hasilnya memuaskan. Omset judi yang bisa mencapai Rp 80 milyar setahun, turun drastis sejak Pemerintah Kota Padang memberangusnya. “Saya akan terus memberantas judi sampai ke akar-akarnya,” tekad Fauzi.

Tahun 2005, Pemkot Padang mewajibkan pelajar sekolah dasar hingga SMU mengenakan pakaian muslim. Para siswi memakai rok panjang, baju lengan panjang, serta berjilbab untuk menutupi kepala. Sementara para siswa mengenakan baju dan celana panjang.

Kewajiban mengenakan pakaian muslim itu berdasarkan Instruksi Wali Kota Padang Nomor 451.411 Tahun 2005. Instruksi itu merupakan terjemahan dari Perda Anti-Maksiat yang telah disahkan oleh DPRD dan Pemerintah Kota Padang. Fauzi mencanangkan program itu tepat pada 1 Muharram 1426 H.

Kewajiban memakai pakaian muslim di sekolah memiliki dampak positif. “Kalau untuk kota Padang, saya jamin banyak positifnya daripada negatifnya, karena sesuai budaya kami,” ujar pensiunan Letkol Laut itu.

Masih menurut Fauzi Bahar, pakaian muslim yang serba panjang bukan hanya untuk menjalankan syariat Islam, melainkan juga sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit menular. Pakaian muslim dapat mencegah penularan penyakit demam berdarah di kalangan pelajar.

Logikanya begini: nyamuk aedes aeghepty, yang menularkan demam ber­darah, menggigit dari jam tujuh pagi hing­ga jam lima sore. Pada jam-jam tersebut, para siswa sedang konsentrasi bersekolah. “Mereka lupa kalau kaki, lengan, atau leher mereka digigit nyamuk,” kata Fau­zi. Ketika semua anak memakai baju dan celana panjang serta jilbab, tiada lagi tempat untuk digigit nyamuk.” Sehingga, busana muslim memproteksi anak kita dari gigitan nyamuk,” tambah Fauzi.

Setahun berselang, Fauzi menyanangkan Pesantren Ramadhan setiap Bulan Suci tiba, tepat pada 1 Muharram 1427 H. Ia juga menggairahkan Didikan Subuh dan Wirid Remaja di kalangan siswa sekolah dasar hingga menengah atas. Jadi, sudah bukan hal asing lagi bagi para siswa untuk bangun pagi-pagi melaksanakan solat subuh berjamaah diteruskan dengan tadarus Al-Qur’an atau tausiyah keagamaan, setiap pekannya.

Pada 2007, ia menggerakkan warganya untuk menghapal Asma’ul Husna. Lagi-lagi, untuk itu, ia menggunakan momentum 1 Muharram. Pada tahun itu juga, diadakan acara kolosal: lomba menghapal Asma’ul Husna. Diikuti 10.000 orang dan berhadiah sebuah mobil. Kini, kumandang Asma’ul Husna tak lagi asing di telinga masyarakat Padang. “Tiga dari lima orang Padang pasti hapal,” ujar lulusan S1 IKIP Padang, 1986, itu.

Asmaul Husna juga berkumandang di acara-acara resmi. Sebut misalnya saat diselenggarakannya Kongres Zakat Asia Tenggara II yang dibuka secara resmi oleh Menko Kesra Bachtiar Chamsyah. Di Alun-alun Imam Bonjol Padang 30 Oktober lalu, ribuan penghapal Asmaul Husna yang terdiri dari kaum ibu, kaum bapak serta anak-anak, melantunkannya dengan fasih.

Tak hanya itu, penerima penghargaan Kepemudaan PBB dari Asia Tenggara 2005 itu pun menggerakkan warga Padang untuk membayar zakat. Ketika baru menjabat, dana zakat yang berhasil dihimpunnya hanya Rp 72 juta. Setelah digerakkan dengan melibatkan ulama, pencapaian dana zakat melonjak tajam hingga 1.400 persen alias terkumpul dana Rp 1 milyar. ‘’Alhamdulillah, tahun 2007 ini dana zakat yang bisa dihimpun mencapai Rp 2 milyar,’’ ungkap Fauzi.

Meningkatkan kualitas beragama memang menjadi salah satu programnya. Ia beranggapan, pembangunan rohani tak kalah penting dengan pembangunan fisik. “Saya yakin, nilai-nilai agama yang kuat akan membuat kita sejahtera,” ujarnya. Ia menyontohkan zakat, yang jika bisa mengumpulkan dana besar, ”Dapat membawa kemaslahatan masyarakat, terutama kaum dhuafa.”

Fauzi mengaku terjun langsung hingga ke lapisan bawah. ‘’Istilahnya, kita ini sedang memandikan kuda, jadi harus turun dan ikut basah. Artinya, kita harus berbasah-basah bersama kuda. Bukan seperti memandikan monyet. Monyet disuruh nyebur ke kolam, talinya yang kita kendalikan,” katanya, sedikit bertamsil.

Bila prinsip memandikan kuda itu dilakukan dengan baik, maka tak ada istilah “pemimpin untung rakyat buntung.” “Mereka sama-sama berjuang untuk kemaslahatan bersama,” ujar Fauzi dengan semangat

Tidak ada komentar: